Dongeng Gadis Desa Berhati Mulia dan Pengeran Burik

dongeng cinta barat

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang gadis berhati mulia bernama Sheila. Ia tinggal bersama ayah kandungnya, ibu tirinya, dan saudara tirinya, bernama Noula. Sheila dikenal sebagai gadis yang sabar dan penuh kasih, meskipun sering diperlakukan tidak adil oleh ibu tiri dan saudara tirinya. Mereka kerap memanfaatkan kebaikan hati Sheila untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci piring, memasak, dan mencuci pakaian.

Ayah Sheila adalah seorang pencari kayu bakar. Setiap hari ia pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sheila, meski lelah, tetap menerima semuanya dengan lapang dada. “Aku tidak keberatan membantu. Bukankah keluarga itu harus saling menyayangi?” ujarnya sambil tersenyum lembut.

Namun, berbeda dengan Sheila, Noula adalah gadis yang angkuh, iri hati, dan selalu mencari cara untuk menghindari pekerjaan.

Suatu hari, ibu tiri Sheila memerintahkan Sheila dan Noula untuk pergi ke pasar membeli sekeranjang sayur. “Sheila, pastikan kau memilih sayur terbaik. Noula, awasi adikmu agar tidak membuat kesalahan,” ujar ibu tiri dengan nada memerintah.

Di pasar, Sheila dengan teliti memilih sayuran segar, sementara Noula sibuk berjalan-jalan dan bercanda dengan penjual. Saat Sheila selesai membeli sayur, mereka pun berjalan pulang. Namun, Noula berpura-pura mengeluh, “Aduh, kepalaku pusing. Aku tidak bisa membawa apa-apa. Sheila, kau saja yang membawa keranjang itu.”

Tanpa membantah, Sheila mengangkat keranjang itu sendirian.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu seorang kakek tua di pinggir sungai. Kakek itu tampak lelah, dan buah-buah melon dari keranjangnya berserakan di atas rumput. “Nak, bisakah kalian membantuku mengangkat buah-buah ini?” pinta si Kakek dengan suara parau.

“Maaf, aku tidak punya waktu untuk itu,” jawab Noula sambil berlalu.

Namun Sheila segera berlutut dan mulai memungut buah-buah melon tersebut satu per satu. “Tidak apa-apa, Kek. Saya senang membantu,” kata Sheila sambil tersenyum.

Setelah selesai, si Kakek mengucapkan terima kasih dan memberikan Sheila sebuah buah melon sebagai hadiah. “Ini untukmu, nak. Ambillah,” ujar si Kakek.

“Oh, terima kasih, Kek. Tapi saya rasa melon besar itu terlalu mahal. Saya ambil yang kecil saja,” jawab Sheila dengan sopan.

Si Kakek tersenyum penuh arti. “Baiklah, kalau itu maumu.”

Sesampainya di rumah, Sheila memotong buah melon tersebut untuk disajikan. Betapa terkejutnya semua orang saat melihat isi melon itu bukanlah daging buah biasa, melainkan penuh dengan batu permata yang berkilauan!

“Astaga! Dari mana kau mendapatkan melon ini?” tanya ayah Sheila dengan takjub.

Sheila pun menceritakan pertemuannya dengan si Kakek. Ayahnya memutuskan untuk menjual batu-batu permata itu agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara itu, ibu tiri dan Noula hanya bisa menatap iri.

Keesokan harinya, Noula dan ibunya pergi mencari si Kakek dengan niat memperoleh melon ajaib. Mereka menemukan si Kakek di tepi sungai dan berpura-pura membantunya. “Kami akan membantumu, Kek. Tapi sebagai gantinya, beri kami melon yang paling besar,” pinta Noula dengan nada memaksa.

Si Kakek tersenyum tipis dan memberikan melon terbesar yang dimilikinya. Tanpa mengucapkan terima kasih, mereka segera membawa melon itu pulang dengan penuh semangat.

Namun, ketika melon itu dipotong, bukannya batu permata yang keluar, melainkan sarang lebah! Seketika, lebah-lebah itu menyerang Noula dan ibunya hingga wajah mereka bengkak penuh sengatan.

“Ini pasti akibat dari keserakahan kita!” teriak ibu tiri sambil berusaha menghalau lebah-lebah tersebut.

dongeng ibu tiri

***

Sebulan kemudian, ayah Sheila pergi ke hutan arah barat untuk mencari kayu bakar. Di tengah hutan, ayah Sheila melihat sebuah kastil tua. Ia mengintip dari pintu gerbang dan melihat di tengah kastil itu ada taman bunga yang indah. Ada juga sebuah pohon apel yang sedang berbuah. Buah apelnya berwarna biru berkilau, sangat menggoda.

Ayah Sheila, merasa lapar, memetik dan memakan satu-satunya buah apel biru tersebut. Namun, tiba-tiba seorang pemuda buruk rupa dengan kulit tubuh coklat kehitaman muncul dari balik pohon. Pemuda itu marah melihat buah apel birunya dimakan. “Beraninya kau memakan buah apel biruku tanpa izin!” bentaknya.

Pemuda itu, yang bernama Artaka, menangkap ayah Sheila dan memasukkannya ke dalam penjara kastil. “Kau akan menebus kesalahanmu dengan merawat taman bunga ini selama satu bulan,” kata Artaka dengan suara tegas.

dongeng pangeran

Karena sudah tiga hari ayahnya tak juga pulang, Sheila, Noula, dan ibunya merasa gelisah. Mereka pun memutuskan untuk mencari sang ayah ke dalam hutan di sebelah barat. Setelah seharian berjalan, mereka melihat kastil tua dan menemukan si ayah sedang dihukum merawat bunga di taman kastil.

Sang ibu memohon kepada Artaka untuk membebaskan suaminya. “Tolong, lepaskan suamiku. Dia tidak sengaja memakan buah apelmu,” katanya dengan nada memelas. Namun, Artaka menggeleng. “Aku hanya akan membebaskannya jika ada yang bersedia menggantikannya untuk menjalani hukuman selama satu bulan,” jawab Artaka tegas.

Si ibu tidak mau menggantikan suaminya. Begitu juga dengan Noula, yang dengan cepat berkata, “Aku tidak mau tinggal di kastil tua ini bersama pemuda buruk rupa seperti dia!” Namun, Sheila maju dan berkata, “Aku akan menggantikan ayahku.” Sheila merasa kasihan kepada ayahnya yang sudah tua dan lemah.

Artaka mengangguk. “Baiklah, ayahmu bebas. Tapi kau harus tinggal di sini selama satu bulan.” Ayah Sheila, ibu tirinya, dan Noula pulang, meninggalkan Sheila di kastil bersama Artaka.

Hari-hari Sheila di kastil ternyata tidak seburuk yang dibayangkannya. Artaka, meskipun penampilannya buruk rupa, memiliki hati yang baik. Ia mengajarkan Sheila cara merawat bunga-bunga di taman, yang ternyata digunakan sebagai bahan untuk membuat ramuan obat. “Bunga-bunga ini bukan hanya indah, tapi juga menyembuhkan,” kata Artaka sambil menunjukkan cara meracik ramuan.

Sehari sebelum masa hukuman berakhir, Artaka mengajak Sheila ke desa terdekat untuk membagikan ramuan kepada penduduk yang terkena wabah. Para penduduk sangat berterima kasih. Sheila kagum melihat betapa besar hati Artaka. “Kau benar-benar orang yang luar biasa,” kata Sheila pelan.

Tibalah hari di mana Sheila harus pulang. Artaka berdiri di depan kastil, menatap Sheila dengan mata sendu. “Sheila, aku harus mengatakan sesuatu. Aku mencintaimu,” kata Artaka dengan suara lirih. Sheila terdiam, hatinya bimbang. Ia kagum pada Artaka, tetapi takut ditertawakan orang-orang karena penampilan Artaka. Tanpa berkata apa-apa, Sheila pergi meninggalkan kastil.

Sebulan berlalu, namun Sheila terus memikirkan Artaka. Suatu hari, seekor burung beo hinggap di pohon dekat rumahnya dan berkata, “Artaka sakit… Artaka sakit…” Mendengar itu, Sheila segera bergegas menuju kastil.

Di kastil, ia menemukan Artaka terbaring lemah. Sheila menangis dan berkata, “Artaka, kumohon bertahanlah. Aku menyayangimu, apapun kondisimu.” Air mata Sheila jatuh di tangan Artaka, dan tiba-tiba tubuh Artaka memancarkan cahaya terang. Saat cahaya itu mereda, Sheila melihat Artaka telah berubah menjadi seorang pemuda tampan.

Artaka tersenyum. “Aku sebenarnya seorang pangeran. Seorang penyihir jahat mengutukku menjadi buruk rupa. Kutukan itu hanya bisa hilang oleh cinta sejati yang tulus,” jelasnya.

dongeng putri dan pangeran

Sheila tersenyum bahagia. Mereka pun menikah dengan pesta meriah. Penduduk desa berbondong-bondong memberikan ucapan selamat. Noula, yang melihat kebahagiaan Sheila, merasa sangat menyesal karena sikap angkuhnya membuatnya kehilangan kesempatan untuk bahagia.

Tinggalkan komentar