5 Simbol Status Kekayaan Zaman Dulu yang Paling Aneh


Zaman sekarang, untuk mengetahui status kekayaan seseorang dapat kita lihat dari jenis kendaraan yang dipakai dan juga seperti apa rumahnya. Namun, masyarakat zaman dahulu yang belum mengenal fasilitas internet dan jejaring sosial, dapat memamerkan status sosialnya dengan cara-cara tertentu.

Beberapa dari cara kuno tersebut ternyata terkesan aneh di zaman ini. Apa saja simbol-simbol yang para bangsawan pakai untuk menunjukkan status kelasnya?

1. Buah nanas

buah nanasSaat musimnya tiba, di Indonesia Anda dapat membeli buah nanas dengan harga terjangkau. Namun, ini cukup berbeda pada abad ke-17 di Eropa. Nanas pada saat itu merupakan buah yang langka di Eropa dan harganya sangat mahal.

Kalangan bangsawan biasanya menanam buah nanas di pekarangan rumahnya bukan hanya tujuan untuk dimakan, tetapi sebagai penghias rumah dan bahan pamer. Sehingga tak jarang mereka membiarkan buahnya membusuk berhari-hari tidak dipetik.

Posisi buah nanas dalam budaya Eropa kuno cukup tinggi, sehingga Raja Charles II meminta agar lukisannya disertakan dengan buah nanas. Banyak hal unik terkait nanas yang menjadi budaya populer di Eropa, misalnya orang-orang kaya sering dengan sengaja membawa buah nanas kemana-mana untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang berkedudukan.

2. Punya gula

Hari ini, hampir setiap rumah tangga punya stok gula di dapurnya. Harganya pun tak mahal-mahal amat. Namun, situasi ini berbeda di zaman dahulu, terutama di negara Inggris dan sekitarnya. Pada abad 16, gula menjadi simbol kekayaan bagi para bangsawan. Hal itu karena suplay yang sangat terbatas dan sulitnya memperoleh kebutuhan pokok tersebut. Hanya orang-orang yang berduit saja yang bisa memperolehnya.

Lalu, bagaimana cara mereka menggunakan gula untuk menunjukkan status sosial mereka di masyarakat? Para bangsawan menggunakan gula untuk dijadikan patung atau arca. Gula yang terlarut dikeringkan lalu diukir untuk menjadi bentuk patung tertentu, seperti binatang, rumah, dan bentuk lainnya. Patung-patung gula tersebut akan dipertunjukkan dan dihidangkan untuk para tamu undangan.

3. Tubuh besar (gemuk)

Obesitas merupakan simbol kemakmuran di zaman dahulu. Baik pria atau pun wanita yang berbadan gemuk merupakan kelompok masyarakat yang berstatus sosial tinggi. Lemak tubuh yang lembek, wajah bulat, dan lengan yang tebal merupakan gambaran seseorang yang memiliki kemampuan untuk bisa makan dan minum sesuka hati. Apalagi saat itu banyak terjadi kondisi kekurangan bahan makanan, dan masyarakat terdampak kelaparan.

4. Gigi keropos

Mungkin ini terdengar cukup aneh, yang mana tingkat status sosial seseorang diukur dari kondisi giginya. Ya, di abad ke-14, orang-orang Eropa sangat senang memamerkan gigi mereka yang rusak. Ini artinya mereka merupakan orang-orang yang mampu membeli gula, dimana kala itu gula merupakan bahan makanan yang langka dan mahal. Budaya ini menjadi makin populer sehingga beberapa dari mereka bahkan menghitamkan giginya dengan arang untuk memperburuk keadaan.

Bagi masyarakat Jepang sekitar abad ke-17, mereka juga mempraktikkan praktek ‘ohaguro’, yaitu menghitamkan gigi dengan menggunakan bahan-bahan tertentu, seperti kayu manis, sabut kelapa, dan teh yang dibakar untuk dioleskan pada gigi. Tradisi ohaguro kala itu populer di kalangan bangsawan dan samurai sebagai cara menunjukkan kelas sosial. Kemudian tradisi ini dilarang oleh pemerintah Jepang sejak abad ke-19.

5. Memakai kerah baju putih

Jika Anda melihat foto atau pun lukisan para bangsawan Eropa yang hidup di abad 16 – 17, maka salah satu ciri khasnya adalah mereka kerap memakai pakaian yang berkerah putih besar. Kerah tersebut disebut ‘kerah ruff’ yang menjadi simbol kekayaan seseorang di masa itu. Semakin besar kerah bajunya, maka semakin tinggi posisi seseorang dalam tatanan masyarakat.

Mengapa mereka memilih warna putih? Warna itu menunjukkan bahwa mereka dapat mempekerjakan pembantu yang bertugas mencuci dan memastikan baju yang mereka miliki tetap putih dan bersih.


Tinggalkan komentar